Selasa, 03 Desember 2013

BIOGRAFI KH. HASYIM SIROJUDDIN JOMBANGAN TERTEK PARE KEDIRI



Jombangan adalah sebuah desa yang tenang, tentram, aman, nyaman dan damai yang terletak disebelah timurnya kota pare + 1km. Jombangan memang letaknya sangat strategis, disamping panorama yang indah, juga dilalui sungai yang airnya tenang hampir tak beriak. Namun didalamnya seperti mengandung kekuatan yang sangat besar dan dahsyat, gemercik dan desah tumbuhan bak sebuah lagu nan indah yang selalu mengalun ditepinya.
Aliran sungai itu berasal dari air yang terletak di jombangan timur. Sungai itu sangat membawa manfaat yang banyak bagi penduduk sekitar dan para santri untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan dilokasi pondok pesantren sendiri telah dibagun sendang yang sangat dalam khusus digunakan untuk mandi, mencuci dan wudlu. Jombangan memang sosok pemandangan yang selalu menaburkan kesejukan dan keindahan disekitarnya.desa ini dihuni oleh tiga keluarga saja, salah satu diantaranya adalah keluarga Kyai Sirojuddin. Kyai Sirojuddin beserta keluarganya bertempat tinggal disebuah rumah kecil yang sederhana untuk berlindung dari terik matahari dan curahan hujan, beratapkan daun alang2 dan berdinding bambu.
Walaupun demikian hidupnya sangat rukun, tentram dan penuh bahagia. Karena kebahagiaan itu tak dapat diukur dengan harta benda, kedudukan, keberhasilan atau kesibukan yang sementara ini dijadikan pelarian oleh beberapa orang. Sebenarnya kebahagiaan ataupun kesuksesan adalah rahmat yang diberikan oleh Alloh kepada kita. Oleh sebab itu kita wajib mensyukurinya.

PUTRA SULUNG YANG RAJIN DAN PEMBERANI
Abu Amar, demikian nama kecil KH. Hasyim sirojuddin, lahir dan dibesarkan dalam lingkungan pesantren. Hidup dibawah bimbingan dan pengawasan orang2 alim. Agaknya inilah yang menyebabkan kepribadian Abu amar tumbuh sesuai dengan harapan orang tua dan familinya, yakni menjadi orang baik, berbudi luhur dan berbakti kepada orang tua. Abu Amar selalu memperlakukan orang tuanya sebagai guru. Apapun yang diperintahkan orang tuanya selalu ditaatinya, demikianpun bila sang ibu melarang, Abu Amar tak pernah membangkang. Karena menurutnya mematuhi ataupun menghormati ibu adalah kunci keberhasilan dalam mengarungi bahtera kehidupan ini. Dan memang benar apa keyakinan beliau, dengan kunci pengabdian inilah akhirya beliau berhasil dalam mencari ilmu, mengembangkan agama dan menjadi orang yang berguna bagi agama dan bangsa.
Konon, Abu Amar sangat disayang oleh ibunya, karena beliau anak pertama bagi ibunya, katakanlah anak sulung. Sebersit harapan itu mulai tampak ketika Abu Amar mulai menginjak remaja. Pemuda Abu Amar begitu lincah, rajin belajar dan tekun beribadah. Bila waktunya sholat 5waktu tiba, lekas ia begegas mempersiapkan diri berangkat ke mushola depan rumahnya. Inilah kepribadian luhur yang harus kita teladani.
Sebagai putra pengasuh pondok pesanten Abu Amar dituntut untuk membekali dirinya dengan berbagai disiplin ilmu agar kelak dapat meneruskan cita2 perjuangan ayah handanya. Seperti layaknya anak yang dibesarkan dilingkungan pesantren. Mula2 Abu Amar belajar mengaji Al-Qur’an kepada ayah handanya sendiri, kyai sirojuddin. Dalam mempelajari Al-Qur’an beliau sangat sangat cerdas, dan dalam waktu singkat bisa mengkhatamkanya. Setelah berhasil mengkhatamkan Al-Qur’an Abu Amar baru melangkah mempelajari beberapa cabang ilmu yang lain, seperti jurumiyah, imriti, fathul qorib dan fathul mu’in.
Cabang ilmu yang digemari Abu Amar adalah pelajaran nahwu shorof (gramatika arab), sebab dengan menguasai dan mendalami ilmu ini akan mempemudah mendalami ilmu yang lain. Disamping itu ilmu nahwu bagi kitab adalah sebagai bapaknya ilmu. Dan ilmu shorof sebagai ibunya. Maka wajarlah kalau setiap hari Abu Amar menghafalkan jurumiyah dan imriti sebait demi sebait sampai khatam diluar kepala. Setelah menghatamkan semua kitab semua kitab yang di kaji dan menghafal serta memahami ilmu nahwu dan ilmu shorof dengan lancar, maka Abu Amar punya keinginan untuk belajar di pesantren lain, beliau ingin punya pengalaman baru dalam belajar ilmu agama dipondok pesantren lain.

MENINGGALKAN KAMPUNG HALAMAN
Hidup mengembara adalah suatu perjalanan hidup yang selalu diimpikan oleh setiap orang, begitu juga Abu Amar. Karena hidup dengan mengembara manusia kan digembleng oleh pahit getirnya kehidupan. Dengan hidup mengembara manusia akan mendapat berbagai pengalaman yang berharga, karena pengalaman adalah guru yang terbaik. Mungkin sifat mengembara inilah, sifat luhur kyai Sirojuddin mewarisi putranya, yaitu Abu Amar. Karena kyai Sirojuddin pada masa mudanya memang sering mengembara kemana-mana mulai menjadi pengikut perjuangan pengeran diponegoro sampai singgah dikota kediri.
Betapa gembira hati abu amar ketika ayah ibunya mengizinkan untuk meninggalkan kampung halaman, meluluskan kata hati nya yang selama ini terpendam. Sahdan setelah mempersiapkan segala sesuatunya, maka berangkatlah Abu Amar ke pesantren lain dengan iringan do’a restu orang tuanya. Dengan sebongkah harapan beliau pergi ke arah utara menuju pada sebuah pondok pesantren di daerah tragal jombang. Tragal adalah sebuah pesantren yang agak besar waktu itu. Dalam tahap awal singgah di tragal ini Abu Amar tak kuat lama hanya 1tahun saja beliau lalui. Setelah di rasa cukup tinggal di tragal ini, kemudian ia teruskan pengembaraan ilmiyahnya dengan melanjutkan perjalanan ke Pondok Pesantren Jampes Gampeng Rejo Kediri. Sebuah pesantren yang terletak di sebelah utara kota kediri + 7km. Yang pada waktu itu pengasuhnya masih kyai Dahlan ayah dari kyai Ihsan sang pengarang kitab “Sirojut Tholibin”.
Menurut shohibul khikayat, sebenarnya jampes ini bukanlah nama asli desa itu, akan tetapi setelah berdiri pesantren disitu baru kemudian disebut jampes, yang konon berarti “Jam’iyah Pesantren”. Di pesantren ini Abu Amar bertemu KH. Muhajir dari bendo yang telah lama mondok di jampes. Kemudian setelah di rasa telah cukup untuk bekal da’wah, akhirnya Abu Amar di ajak pulang oleh KH Muhajir untuk mendirikan pesantren. Kemudian tanah yang di pilih adalah daerah Pakis dan belum lama pesantren di dirikan di pakis, KH Muhajir dan Abu Amar pindah ke Bendo, karena di Pakis di musuhi oleh masyarakat yang mayoritas beragama kristen. Kemudian dari pada selalu memusuhinya, maka lebih baik pindah ke Bendo. Di Bendo inilah akhirnya KH Muhajir beserta Abu Amar mendirikan pondok pesantren Bendo yang kian hari semakin pesat / besar. Begitu dengan Abu Amar yang beranjak dewasa, ia semakin bertambah tekun mengaji, seakan tak puas dengan ilmu yang telah banyak di kuasainya, seolah Abu Amar akan mengejar kemana saja ilmu itu bersembunyi, walaupun sampai Ke Negeri Jepang pun atau sampai ke ujung dunia pun akan di cari terus sampai ilmu itu di gapai semuanya. Pantang menyerah sedikit pun, tak mundur dalam bertempur, tak cemas karena panas, tak heran karena hujan, tak goyang karena gelombang, tak gentar karena halilintar, tak mintir karena petir, tak gopoh melawan musuh dan mendal dengan rayuan gombal. Demi meneruskan perjuangan Rosululloh SAW. Bagi Abu Amar seakan waktu 20 tahun akan ditempuh dengan jangka 10tahun/ 5tahun saja. Itulah prinsip luhur Abu Amar yang harus kita teladani.
Disamping itu Abu Amar juga mengadakan beberapa riyadloh mengolah jiwa atau dengan istilah jawa disebut dengan tirakat. Kebiasaan ini selalu dijalankan sejak beliau dalam menuntut ilmu sampai ia berkeluarga. Bahkan ia sampai menjadi kyai pemangku pesantren Jombangan. Di antara riadloh beliau adalah menghidupkan malam atau syahrul lail. Beliau tak mempunyai keinginan untuk tidur kecuali qoilullah atau pun waktu malam setelah jam 12malam itu pun hanya kalau tertidur saja dan relatif singkat. Waktu malam beliau habiskan untuk belajar , dzikir, dan mujahadah kepada Alloh serta menela’ah kitab2 yang telah di kajinya.
Selain itu Abu Amar juga rutin melakukan puasa senin kamis, karena dengan puasa senin kamis memang bisa menjernihkan dan menjadi penerang hati. Bahkan dengan hati yang terang semua ilmu yang di pelajari akan mudah di pahami dan di hafalkan. Waktu yang berharga di pesantren Bendo Abu Amar alami dengan banyak belajar dan tirakat, sehingga tak terasa lima tahun sudah ia laluinya.
Setelah cukup lama hari-harinya di habiskan mondok di Bendo. AbuAmar berkeinginan untuk pulang ke jombangan. Sebelum pulang Abu Amar berpamitan dulu kepada kyai KH.Muhajir terlebih dulu minta restu dari sang kyai. Dengan segudang ilmu dan kitab yang telah di kajinya. akhirnyaAbu Amar pulang menemui orang tuanya di Jombangan sekedar menghilangkan rasa kangen kepada Ibunya yang telah lama ia tinggalkan.

BERGURU KE BANGKALAN MADURA
Ketekunan dan cita-cita luhur untuk bisa menjadi orang yang bisa meneruskan perjuangan ayahnya dalam mengemban pesantren itu membuat Abu Amar ingin mengembara dari pesantren yang lebih berilmu tinggi dan lebih tua lagi.
Dan terpetiklah kabar itu ,bahwa di Madura terdapat pesantren yang cukup terkenal yaitu pesantren Al Kholiliyah Bangkalan Madura, dengan kyainya yang terkenal alim alamah “Kyai Kholil” namanya.
Al-kisah, akhirnya keinginan Abu Amar terlaksana, ia menyeberang meninggalkan pulau jawa. Sesampainya di Madura yang panas dan gersang itu menambah haus akan ilmu Kyai Kholil sang waliyulloh itu. Konon kyai kholil sangat alim hampir semua cabang ilmu beliau kuasai, baik ilmu fiqih, tasawuf, tafsir, mupun hadist.
Namun menjadi santri kepada waliyulloh seperti Kyai Kholil Bangkalan memang tidak semudah seperti yang di duga sebelumnya. Berbagai ujian lahir batin mesti di jalaninya, cobaan yang terkadang tidak masuk aqal harus di terima pula dengan tabah. Demikian pula dengan Abu Amar begitu masuk pondok pesantren ia di sambut oleh Kyai Kholil dengan acungan senjata yang sagat tajam, melihat acungan senjata itu abu amar langsung lari ke pondok. Menurut shohibul khikayat, kejadian tersebut bukan berarti Kyai Kholil ingin membunuhnya tetapi hal itu merupakan satu isyarat bahwa Abu Amar itu termasuk orang yang tajam hatinya dan kuat pendiriannya. Sehingga rintangan apapun akan di tebasnya.
Walaupun begitu Abu Amar masih tetap mondok di Bangkalan, karena keinginan yang membara itu menyebabkan cobaan yang aneh apapun beliau jalani dengan tabah. Bahkan akhirnya Abu Amar termasuk santri yang paling disayangi oleh Kyai Kholil. Konon, setiap putra Kyai Kholil di khitankan maka Abu Amar lah yang di suruh untuk merias putranya itu. Akan tetapi mondok di Bangkalan ini tak terlalu lama. Karena Abu Amar sudah punya banyak bekal ilmu yang di peroleh dari berbagai pesantren di Jawa. Maka di Bangkalan hanya memperdalam dan mengaji tabarukan (mencari berkah) pada Kyai Kholil saja. Kemudian setelah Abu Amar di Bangkalan 1tahun, ia pulang ke Jawa lagi menemui keluargnya.
Semenjak kepulangan Abu Amar itu rupanya ia tertarik untuk mondok di bendo ini, nampaknya beliau belum berhasrat untuk melepas masa lajangnya, padahal usia Abu Amar sudah melebihi pantas untuk berkeluarga. Karena Abu Amar sangat berhati-hati dalam memilih teman hidup, ia tidak terburu menjatuhkan pilihan. Karena keterburu-buruan akan menimbulkan kekecewaan betapapun kecil akan memedihkan hati. Memilih teman hidup harus dengan telinga bukan dengan mata. Pandanglah seseorang itu dengan hati, jangan memandang dengan kedua mata selama engkau menilai sesuatu dari luarnya saja, maka hanya penyesalan yang akan kau dapatkan. Maka jangan terpedaya oleh kata2 manis dan kecantikan wajah ataupun ketampanan seseorang, karena mendung yang tebal itu pada mulanya cerah dan bercahaya terang. Kecantikan atau ketampanan tidak kekal dan tak selamanya pula Kecantikan atau ketampanan seseorang menjadi cermin kepribadianya, akhlaq yang baik dan agamalah yang kekal selamanya. Untuk itu sebelum menjatuhkan pilihan teman hidup mintalah petunjuk Alloh SWT. Lewat sholat istikhoroh atau yang lainya agar tidak salah menjatuhkan pilihan, karena Allohlah yang lebih mengetahui segala-galanya.

MENGAKHIRI MASA LAJANGNYA.
Waktupun terus bergulir dari hari kehari bulan kebulan dan tahun ketahun tak terasa. Kesungguhan dalam menuntut ilmu telah membuat dirinya tinggi akan pengetahuan agamanya serta tua ilmunya. Selain itu kepribadianya telah mencerminkan sosok yang alim, figurnya menampakkan seorang kyai. Dari jumlah pesantren yang di singgahi saja ya’ni Tragal, Jampes, Pakis, Bendo, Bangkalan dan akhirnya Bendo lagi telah menunjukkan bahwa Abu Amar bukan hanya alim saja. Tetapi alim alamah. Dan KH Muhajir sendiri tentu mengetahui hal ini.
Tak begitu lama Abu Amar mondok di bendo ini, akhirnya KH Muhajir menjodohkan Abu Amar dengan putri sulungnya yang bernama Rohmah. Apa boleh dikata setiap manusia pasti mengalami hal ini, begitu juga dengan Abu Amar. Beliau tak kuasa menolak, apalagi yang meminta adalah KH Muhajir almamater temannya sekaligus gurunya sendiri.
Akhirnya hari bahagia nan penuh berkah itu tiba, akad nikah antara putra kyai putri kyai berlangsung juga dengan khitmad. Dan Abu Amar sang pengantin yang telah naik pelaminan dengan mempersunting dara ayu yang sholehah yang bernama Rohmah binti KH Muhajir sungguh pasangan yang ideal. Setelah mendapat do’a restu orang tua dan guru, cinta suci itu bersemi pula dan berbahagialah mereka.
Namun sayang, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, hanya 1tahun mereka lalui. Akhirnya kedua mempelai menyatakan Furkoh/cerai. Al-kisah , setelah Nyai Rohmah di ceraikan oleh Abu Amar, tak lama kemudian dipersunting oleh kyai Alyas dari trenggalek. Begitu juga Abu Amar mendapat istri lagi yaitu putrinya kyai Nur Aliman yang bernama Musri’atun anak kedua dari beliau.
Konon, kyai Nur Aliman adalah kyai yang telah merubah hutan rimba menjadi sebuah desa yang bernama Sumbersari (+ 2km dari desa Ringgin agung)

MENGARUNGI LEMBARAN BARU
Kini lembaran baru mulai di rintis oleh kyai Abu Amar bersama istrinya yang cantik bernama Musri’atun. Hari demi hari di laluinya dengan penuh kebahagiaan. Selang beberapa hari kemudian di Sumbersari, kyai Abu Amar pulang ke Jombangan membantu membina pesantren yang di asuh ayahnya, kyai Sirojuddon.
Dan dari perkawinan yang kedua ini kyai Abu Amar di karuniai 5 putra putri masing-masing yaitu:
1. KH Syamsuddin Hasyim
2. Nyai Hj Munifah ( Istri Kyai Faqih Sumbersari)
3. Kyai Luqman Mauludi Hasyim
4. Kyai Salim (Bayam Kandangan)
5. Nyai Dewi Juairiyah (Istri Kyai Toha Kebon Dalem Kandangan)

MENGGANTIKAN AYAHANDA
Hari demi hari mendung kedudukan itu perlahan-lahan sirna, dan kini kyai Abu Amar menggantikan tugas Almarhum Kyai Sirojuddin dengan sepenuhnya. Karena kyai Abu Amar adalah salah satu tumpuan Kyai Sirojuddin yang sangat di andalkan untuk menggantikanya. Di samping itu kyai Abu Amar termasuk generasi penerus pondok Jombangan yang alim dan khusu’, pribadinya agung dan berwibawa. Sepasang matanya yang bersinar menunjukkan betapa dalam ilmunya kesufianya terkenal dan tinggi nan indah, kepribadianya mencerminkan kesejukan dan kedamaian bagi umat sekelilingnya.
Dalam mengasuh Pondok Pesantren Jombangan ini, beliau selalu memajukanya baik dalam bidang pengajaran maupun kesejahteraan. Banyak kitab pegangan santri yang langsung beliau baca sendiri, di antaranya adalah kitab: Tafsir Jalalain setiap ba’da maghrib, kitab Fatkul Qorib dan Sanusi setiap ba’da subuh, ke tiga kitab tersebut memang dibuat wiridan oleh beliau. Selain itu adalah kitab Minhajul Qowim, Fathul Mu’in, Ibnu ‘Aqil, Sohih Bukhori dan pengajian Sorogan.

MENDIRIKAN MASJID JOMBANGAN
Mengingat santri beliau semakin tambah maka tak lama kemudian kyai Abu Amar telah mampu membangun sarana peribadatan sederhana yakni mengganti sebah mushola peninggalan kyai Sirojudin menjadi sebuah masjid besar
Dengan terwujudnya masjid inilah keberhasilan da’wah kyai Abu Amar semakin nyata, sehingga fungsi masjid pun kian berkembang pula bukan hanya sekedar tampat peribadatan, namun juga untuk sarana pendidikan tempat untuk memberikan mauidloh dan pengajian kitab kuning.
Setelah membangun masjid selesai pada tahun 1927 M. Kemudian kyai Abu Amar merehab dan membangun komplex2 untuk menampung para santri yang kian hari semakin tambah banyak. Komplex yang asal mulanya gedek dibangun menjadi tembok setengah dan gedek setengah. Di antaranya adalah komplex A, H, N dan di tambah tiga angkring di sebelah selatan masjid yang menghadap ke utara.

MENUNAIKAN IBADAH HAJI
Sekitar tahun 1932 kyai Abu Amar menunaikan ibadah haji dengan rombongan kapal laut. Dan rombongan itu berangkat dengan di iringi do’a “ Allohummaj’alhu hajjan mabruron wa sya’ian maskuron wa dhanban maghfuron wa tijarotan lan tabur “ Ya Alloh jadikanlah mereka haji yang mabrur, sa’i yang di terima, dosa yang di ampuni dan perdagangan yang tidak akan mengalami rugi selamanya.
Singkat cerita, setelah 3 bulan lamanya kyai Abu Amar menunaikan ibadah haji dengan khusu’, akhirnya beliau pulang haji dengan selamat tanpa halangan suatu apapun. Sebelum menginjakkan kakinya di halaman rumah, sejumlah keluarga, masyarakat, serta santri sudah siap menyongsong kedatangan beliau.
Sebagaimana lazimnya orang Indonesia setiap kembali dari tanah suci selalu menyandang gelar haji, karena di Madinah mereka mengganti nama jika merasa perlu. Demukian juga halnya dengan kyai Abu Amar, maka beliau di ganti namanya dengan KH. Hasyim dengan di tambah Sirojuddin di belakangnya mengikuti nama ayahnya. Sejak itu kyai Abu Amar lebih di kenal dengan panggilan KH Hasyim Sirojuddin. Beliau pulang dari tanah suci bukan hanya sekedar nama belakangnya saja yang di sandangnya. Akan tetapi sesuatu yang jauh lebih tinggi dari itu adalah haji mabrur yang beliau semaikan di jombangan.
Haji mabrur itu tercermin dalam amaliyah beliau setiap hari. Beliau nampak lebih khusu’ dalam beribadah juga lebih rajin dan bersemangat dalam mendidik para santrinya dan keluarganya jika di bandingkan dengan sebelum menunaikan ibadah haji. Itulah pertanda ibadah hajinya di terima oleh Alloh SWT, ya’ni haji mabrur. “Al hajjul mabrur laisa lahu jaza’un illal jannah” artinya : Haji mabrur itu tidak akan di balas kecuali syurga.


KH. FAQIH ASY’ARI
(Pendiri Pondok Pesantren “Darussalam” Sumbersari)

MENDIRIKAN MADRASAH
Seiring dengan waktu yang berputar dalam masa yang beredar, lambat laun pondok pesantren “Miftahul Ulum” jombangan semakin lama semakin ramai dan semakin banyak santri yang belajar ilmu agama di dalamnya. Murid2nya tidak hanya tidak hanya berasal dari daerah kediri dan sekitarnya saja, tapi ada yang berasal dari Jawa Tengah Dan Jawa Barat, bahkan banyak kaum pelajar yang berasal dari luar jawa, seperti Lampung dan lain sebagainya. Perkembangan semakin maju baik di bidang matrial maupun spiritual apalagi setelah kedatangan Kyai Faqih yang di ambil menantu oleh kyai Hasyim Sirojuddin. Kyai Faqih Adalah Putranya Kyai Asy’ari Tertek (Utara Masjid Tertek) yang telah mondok di Tebu Ireng Jombang yang diasuh oleh Kyai Hasyim Asy’ari selama 6 tahun. Setelah tamat langsung pindah ke pondok pesantren Lirboyo Kediri.kemudian pada tahun 1933 Kyai Faqih mulai menjadi pendidik di lirboyo dengan jumlah santri 40. Namun tak terasa oleh kyai Faqih yang tiap hari di gunakan untuk mengajar sehingga 9tahun sudah beliau lalui. Kemudian beliau merasa terpanggil untuk mengabdikan diri pada kampung halaman tercinta. Tepatnya pada hari kamis bulan jumadil akir tahun 1942M, beliau lantas meninggalkan pondok Lirboyo. Lima hari setelah kepulangan itu, beliau di ambil menantu oleh KH Hasyim Sirojuddin Pengsuh pondok pesantren jombangan dengan putrinya yang bernama Munifah, adik dari KH Syamsuddin.
Setelah beberapa hari Kyai Faqih resmi menjadi menantu KH Hasyim Sirojuddin, kyai faqih langsung mendapat kepercayaan mertua untuk membantu menangani pendidikan di pondok pesantren jombangan. Walau demikian beliau setiap kamis legi pergi ke Lirboyo untuk tetap khidmad pada kyai.
Dan pada hari senin legi, 18 syawal 1362 H / 18 Oktober 1942 M didirikan Madrasah Salafiyah “Miftahul Ulum” Jombangan oleh KH Hasyim Sirojuddin dengan di bantu sang menantu kyai Faqih sebagai kepala madrasah yang pertama.
Permulaan madrasah belum ada yang namanya Madrasah Ibtidaiyah / Tsanawiyah / Aliyah, yang ada Sifir Awal, Sifir Tsani, Sifir Tsalis yang bertempat di serambi masjid dan komplex G dengan siswa sebanyak 30 orang. Kemudian hari semakin tambah banyak, bahkan ada kelas satu sampai kelas lima.
Perkembangan madrasah baru empat tahun berjalan sejak berdirinya menjadi bubar lagi, karena ada agresi belanda kedua yaitu tahun 1946 – 1948. semua anak yang sekolah kebanyakan mengungsi ke desa lain. Kemudian setelah aman, semua murid masuk kembali, bahkan bertambah semakin banyak, maka di awali dengan pembangunan madrasah di sebelah utara masjid itu ada 10 pohon kelapa, lantas di tiup angin topan langsung tumbang semua sekaligus, karna tanah bekas tumbuhnya pohon kelapa itu di anggap cocok dan strategis, maka di bangunlah madrasah di tempat itu.
Tujuh tahun kemudian setelah dirasa perkembangan madrasah Jombangan sudah cukup baik, kyai Faqih menginginkan untuk mengembangkan ilmunaya ke desa lain. Sedangkan desa yang di pilih adalah Desa Sumbersari. Desa itu belum cukup ramai, karena baru di tempati dua rumah dan beberapa angkring serta mushola. Dan rumah itu adalah kediaman Kyai Nur Aliman Dan Putra Menantunya Kyai Iskandar. Konon pindahnya Kyai Faqih dan keluarganya pada tanggal 13 maret 1949 M.
Kedatangan Kyai Faqih ke Sumbersari ini dengan membawa santri dari jombangan sebanyak 15 orang. Konon, santri yang di bawa itu hanya satu kelas saja. Mereka itu adalah:

1. Murtaji
2. Khudlori
3. Sirojuddin
4. Wajidi
5. Hamim
6. Abdul Karim
7. Baidlwi
8. Adro’i 9. Abu Amar
10. Toha
11. Abdus Shomad
12. Rofi’i
13. Damamiri
14. Khusni
15. Kudri

Sekaligus dengan bekal santri inilah Kyai Faqih langsung membuka madrasah sebagai kelanjutan studi di jombangan. Para santri yang dari jombangan itu begitu masuk di Sumbersari langsung duduk di bangku Tsanawiyah, dengan klasifikasi 8 orang kelas I tsanaiyah dan 7 santri lagi kelas II Tsanaiyah. Karena di Jombangan pernah sifir awal sampai tsalis dan kelas I sampai tamat kelas VI, maka di sumbersari langsung menduduki tsanawiyah menurut kemampuan masing2.
Setelah madrasah dan pondok Jombangan di tinggalkan oleh Kyai Faqih pengganti selanjutnya yang menjadi kepala madrasah adalah bapak Islam dari surowono sampai tahun 1958 M.

IBU NYAI TERCINTA DI PANGGIL ALLOH

Pada saat haflah akirussanah atau pun penutupan akhir tahun madrasah Dok Tren Miftahul Ulum Jombangan yang sangat meriah dengan di hadiri tamu undangan, pengunjung dan beberapa santri. Di saat itulah di dalam rumah KH Hasyim Sirojuddin terasa sepi, sunyi yang ada hanya isak tangis yang tak terdengar dari luar. Sementara di luar sana acara haflah akhirussanah tetap berjalan lancar seperti tak ada sesuatu yang terjadi, meskipun di dalam rumah sibuk dengan bacaan yasin, tahlil dan merawat jenazah nyai Musri’atun itu, bahkan sampai memandikan serta mengkafani sampai tuntas.
Kemudian pengunjung sempat terperanjat tatkala melihat jenazah yang di bawa keluar untuk di semayamkan di masjid. Maka pada saat itulah para pengunjung baru mengetaui kalau di dalem KH.Hasyim Sirojuddin sendiri di landa musibah, yaitu wafatnya istrinya KH.Hasyim Sirojuddin. Yang bernama nyai Musri’atun. Wafatnya ibu nyai tercinta Musri’atun.yang waktunya bersamaan dengan penutupan akhir tahun madrasah ini, tepatnya pada jam 11 siang ari kamis pon, 13/14 Sa’ban 1370 H. “inna lillahi wainna ilaihi roji’un”. Bu nyai Musri’atun pulang ke rahmatullah dengan meninggalkan 5 anak,3 putra dan 2 putri yakni:
1) KH.SyamsuddinHasyim
2) Nyai Hj.Munifah
3) KH.Luqman Mauludi Hasyim
4) K.Salim
5) Dan Nyai Juwairiyah.
Jenazah di makamkan di belakang masjid jombangan,tepatnya di sebelah barat makam K.Sirojuddin .tentu saja kedukaan daan kesunyian pun terasa menghapus keceriaan keluarga KH.Hasyim Sirojuddin. Namun tak lama kemudian kesepian itu perlahan lahan mulai hilang, apalagi setelah beliau mempersunting lagi putri dari Desa Blembem Badas Yang Bernama Siti Aminah. Namun perkawinan yang kedua ini beliau tidak di karuniai anak sama sekali .walapun begitu, Siti Aminah ini selalu mendampingi perjuangan KH.Hasyim Sirojuddin sampai wafatnya
Kemudian setelah KH Hasyim wafat, Nyai Siti Aminah pulang lagi ke badas .alkisah, setelah wafatnya KH Hasyim, selang beberapa hari Siti Aminah juga menyusulnya pulang ke rahmatullah pada bulan Ruwah/Sya’ban tahun 1984. Jenazah di makamkan di pemakaman keluarga Bani K.Sirojuddin Jombangan sebelah barat makam K Sirojuddin

KH HASYIM SIROJUDDIN PULANG KE RAHMATULLAH.
Seiring dengan bertambahnya usia yang semakin lanjut ,kesehatan KH Hasyim semakin buruk dari hari ke hari,bahkan sampai lemah tampaknya.Di samping usia beliau memang begitu lanjut,akan tetapi yang cukup menyedihkan kesehatan KH Hasyim mulai kenurun drastis,sehingga saraf sebelah kanan beliau tak berfungsi,sehingga mengakibatkan kelumpuhan dan tak bisa bicara atau (bisu).
Namun walaupun dalam keadaan sakit seperti itu, konon KH Hasyim tak pernah meninggalkan sholat lima waktu,walaupun dengan di bimbing oleh keluarga ataupun santri,begitu pula dengan makan dan minumnya.
Sebenarnya sakit beliau ini cukup lama akan tetapi berkat kesabaran KH Hasyim yang mengagumkan, hari-hari sakit beliau yang panjang di jalani dengan tabah.Bahkan setiap hari masih sempat dzikir dengan membawa tasbih.walaupun dengan kondisi beliau yang bisu dan lumpuh itu.Memang tanda-tanda orang yang khusnul khotimah seperti beliau sangat mengagumkan.
Lambat laun kesehatan beliau semakin kritis saja,apalagi saat-saat terakhir beliau ,dalam keadaan yang tak dapat bergerak maupun berbicara sedikitpun mendekati koma.Tapi ada satu hal yang sangat mengagumkan dan mengejutkan keluarga dan para santri tatkala kondisi KH Hasyim yang mendekati koma seperti itu,beliau di beri kekuasaan oleh allah SWT,bisa mengucapkan lafadz “LAA ILAAHA ILLALLOH” sebanyak banyaknya dengan lancar dan keras. Sehingga para keluarga dan para santri sangat terharu melihatnya.
Padahal lisanya bisu dan tubuhnya tak dapat bergerak sedikitpun, mungkin dari sekian banyak manusia di bumi ini termasuk beliau pula yang di beri khusnul khotimah yang mengagumkan seperti itu.Betapapun agung nama kebesaran Allah yang di ucapkan oleh seorang ulama’ besar menjelang wafatnya seakan akan sendi-sendi organ tubuhnya menjadi luluh tak berdaya olehnya,itulah kelebihan KH Hasyim Sirojuddin sang pendiri masjid serta madrasah dan penerus pondok pesantren jombangan menjelang wafatnya.
Malam itu seluruh keluarga berkumpul untuk menunggu beliau yang keadaanya semakin kritis,Begitu pula para santri tak henti hentinya melantunkan ayat suci Al-qur’an, surat yasin, dan do’a untuk keselamatan beliau. Akan tetapi ajal yang telah di takdirkan tak bisa di tunda dan dimajukan oleh siapa pun kecuali allah SWT. Firman Alah “faidzaa jaa a ajaluhum laa yasta’ khhiruuna saa’atan walaa yastaq dimuun”(S. AL A’raaf 34) yang artinya “Maka apabila telah datang ajalnya mereka tidak dapat mengundurkan barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukanya”
Begitu pula dengan KH Hasyim Sirojuddin, pada jam 9 malam hari senen legi tanggal 4 selo (Dzul Qo’dah) 1318 H yang bertepatan dengan tanggal 30 juli 1959 M. Rupanya Alloh telah menggariskan untuk memanggil KH Hasyim pada hari itu. Sehingga di malam yang sejuk itu,KH Hasyim Sirojuddin telah kembali kehadirat Alloh SWT.dengan khusnul khotimah “INNALILLAHI WA INNA ILAIHI ROOJI’UUN”.
Malam itu sunyi bagai tiada kehidupan lagi.ada bulan merah diatas sana mennggantung megah di langit biru bertaburan bintang bintang, sementara di luar rumah,angin berkelahi sunyi. Nyanyian satwa malam pun tiada terdengar lagi. Ketenangan malam itu mengiringi kepergian jiwa beliau ke alam cerah dan lebih damai. ”YAA AYYATUHAN NAFSUL MUTHMA’INNAH IRJI’II ILAA ROBBIKI ROODLIYATAM MARDLIYYAH FADKHULII FII ‘IBAADII WADKHULII JANNATII”
Artinya : Hai jiwa yang tenang, kembalilah pada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi di Ridloi Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba Ku, dan masuklah ke dalam surgaKu” [S.Al fajr ayat 27-30]
Mendung kedukaan pun segera menggumpal, gerimis tangis pun juga mambasah tak tertahankan. Kesunyian yang kian mendalam kian terasa, karena kepergian KH.Hasyim Sirojuddin untuk selama-lamanya. Namun beberapa menit kemudian keheningan itu nampak sirna,karena para tamu yang melayat mulai berdatangan dari beberapa penjuru.

Entah bagaimana berita kemangkatan beliau cepat tersebar, sehingga masyarakat yang berta’ziah semakin membludak saja. Bahkan saking banyaknya, konon saat jenazah di semayamkan di masjid untuk disholati dengan berjama’ah mesti di lakukan berulang-ulang, karena kapasitas masjid yang tidak mencukupi.

Kemudian setelah di sholati, jenazah di bawa ke dhalem lagi guna memberikan kesempatan keluarga untuk menghaturkan penghormatan terakhir pada KH.Hasyim Sirojuddin. Tak lama kemudian, pemakaman baru di laksanakan kira-kira jam 1[satu] siang/13.00 WIB. Di pemakaman keluarga Bani K. Sirojuddin Jombangan Sebelah Utara Ayah Nya, K.Sirojuddin.

Beliau telah pergi meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Menggoreskan semua kenangan, meninggalkan sebongkah jasa untuk kita. Beliau menuju ke alam damai & abadi. Semoga Alloh SWT. menerima amal baiknya serta mengampuni dosa-dosanya dan menempatkannya di ”JANNATUL FIRDAUS”. dan semoga kita sebagai santri di beri kekuatan untuk meneruskan jejak perjuangan beliau menuju kebesaranNya. Amiin....amin........amiin........al faatihah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar