“Barangsiapa Menunjukkan kepada Kebaikan. Maka ia memperoleh Pahala yang sama seperti yang melakukan atau mengamalkan Kebaikan itu.” (H.R. Muslim,Abu Dawud)
Selasa, 03 Desember 2013
BIOGRAFI KH SIROJUDDIN JOMBANGAN TERTEK PARE KEDIRI
Biografi KH Sirojuddin
Magelang pertengahan abad ke 19/ 1830 perang pangeran diponegoro telah berahir, pengeran yang bergelar “Sultan Abdul Hamid Heru Cokro – Amirul Mu’minin Kholifatul Tanah Jawa.” Telah ditangkap, kemudian dibuang ke manado. Akan tetapi pengikutnya dibawah kepemimpinan kyai dan ulama’, terus melanjutkan perlawanan secara bergerilya sampai bertahun-tahun. Sebaliknya belanda juga tidak tinggal diam, mereka kwatir perang sabil yang cukup melumpuhkan pihaknya itu berkobar lagi, akhirnya pengikisan kader-kader pangeran tak terlelakan lagi, pengejaran dan penangkapan terus dilakukan sampai pelosok desa.
Walaupun begitu masih banyak pengikut pangeran diponegoro yang selamat dan masih memperjuangkan dengan segala kemampuanya. Diantara pengikut pangeran yang masih tangguh dan selamat itu adalah seorang pemuda yang gagah perkasa, sakti mandra guna, lagi pula arif dan bijak sana dan kaya akan ilmu agama. Konon ,pemuda itu dilahirkan didesa kaum Besito Kudus Jawa Tengah. Sebuah desa yang pada waktu itu masih selalu di intai oleh penjajah belanda, saat kemungkaran menginjak-nginjak yang haq, kebodohan dan kesengsaraan masih begitu melekat. Sebuah suasana kelahiran yang mengingatkan kita lahirnya tokoh besar seakan memberi isyaroh calon inilah yang kelak nantinya menegakkan yang haq dan yang memberantas kemungkaran. Beliau itu adalah “Kyai Sirojuddin” namanya. Sebuah nama yang sampai sekarang masih harum namanya dikalangan masyarakat.
Demi untuk menyelamatkan diri dari kejaran belanda itu Kyai Sirojuddin pergi kea rah timur sambil mencari pandangan daerah yang benar2 cocok sebagai tempat tinggal serta mendukung terhadap pengembangan agama yang sesuai dengan apa yang di cita-citakan. Disamping itu juga menyebarkan agama islam pada setiap desa yang di singgahinya. Alkisah, sampailah beliau dikota Kediri. Dikota inilah Kyai Sirojuddin menemukan ketentraman dan kecocokan dalam menyebarkan agama islam. Bahkan tak lama kemudian beliau mempersunting seorang putri dambaan hati untuk mendampingi merajut kasih sayang, membina mahligai rumah tangga yang sejahtera dan abadi. Juga selalu mendampingi perjuangan agama yang di rintisnya.
Putri dambaan hati itu tak lain adalah Khatsiroh. Seorang wanita cantik nan ayu putrinya bapak naib pare (utara masjid kauman pare). Sewaktu Nyai Khasiroh dipersunting R. Sirojuddin, nyai khosiroh sudah mempunyai seorang putra yang bernama Mustam yang dikemudian hari menjadi kyai disemanding. Kyai Mustam ini adalah kakeknya Alm Bpak Sajuri yang makamnya sebelah barat masjid jombangan. Selang beberapa hari setelah pernikahan Kyai Sirojuddin mendapat Nyai Khosiroh, diboyonglah istrinya kedesa tunglur (+ 4Km dari pare). Setelah 1tahun pernikahan itu rumah tangga Kyai Sirojuddin mesra dan hangat dengan kelahiran putra beliau ang pertama. Yang kemudian hari diberi nama Abu Amar. Putra inilah yang kian hari meneruskan cita-cita perjuangan serta mewariskan kepribadian luhur sang kyai. Dan ditunglur ini tidak begitu lama kira2 hanya 2tahun saja. Setelah itu pindah kedesa jombangan (+ 1Km dari pare).
BABAT ALAS
Setalah 2tahun hidup bahagia bersama istri dan putranya ditunglur Kyai Sirojuddin mempunyai suatu keinginan untuk mengembangkan ilmunya lewat pesantern. Selang beberapa hari beliau berjalan-jalan kearah timur, disaat itulah Kyai Sirojuddin melihat hutan rimba yang masih gawat. Pohon-pohon besar tumbuh diatasnya, dan berbagai macam binatang menjadi penghuninya, disamping itu banyak lelembut dan makhluq halus yang berkeliaran di dalamnya. Putaran waktu dari hari kehari minggu keminggu Kyai Sirojuddin mempunyai inisiatif untuk menjadikan alas rimba yang masih gawat itu menjadi sebuah desa yang dapat untuk sarana mengembangkan ilmunya.
Dengan penuh percaya diri dan tawakal kepada Alloh serta dibantu beberapa teman beliau, akhirnya beliau membabat alas itu dengan disertai kesabaran, ketabahan, keuletan. Niat suci dan beberapa riyadhoh. Akhirnya terwujudlah desa yang aman, serta tentram dan penuh dengan limpahan rahmat Alloh SWT. Dan dikemudian hari desa itu diberi nama Desa “Jombangan” dinamakan desa jombangan, karena disebelah barat masjid terdapat sebuah “jembangan” yaitu tempat air yang terbuat dari tanah dengan mulut yang sangat lebar.
Diantara teman2 Kyai Sirojuddin yang ikut membabat hutan adalah : P. Umar, kakaknya bapak said (kepala desa jombangan) yang kemudian disuruh menempati sebelah timur dan teman yang kedua adalah Bpk Suro yang kemudian hari disuruh menempati / diberi daerah sebelah barat. Daerah itu sekarang ditempati mbah Pir Pulosari dan keluarganya.
Setelah hutan itu dijadikan sebuah desa, maka di boyonglah istri dan putra Kyai Sirojuddin ke Jombangan. Ditempat inilah Kyai Sirojuddin hidup rukun aman dan tenteram penuh bahagia bersama keluarga dengan sebuah rumah kecil dan sangat sederhana untuk sekedar berlindung dan beratapkan daun alang2 berdinding bambu. dan untuk sarana peribadatanya beliau mendirikan sebuah mushola yang cukup sederhana.
Dikala itu suasana jombangan masih sepi. Ma’lum memang belum ada penduduknya, kecuali hanya tiga keluarga yang rumahnya berpencar dan agak jauh. Rumahnya P. Suro paling barat, rumahnya Kyai Sirojuddin beserta kluarganya berada ditengah dan rumahnya P. Umar paling timur sendiri. Meskipun keadaan Kyai Sirojuddin seperti itu, tapi beliau adalah seorang kyai yang disegani oleh masyarakat sekitar. Maka tak lama kemudian datanglah beberapa santri dari desa sekitar untuk menimba ilmu dari Kyai Sirojuddin.
MENDIRIKAN PESANTREN.
Waktupun terus bergulir dari waktu kewaktu sampai akhirnya semakin bertambah banyak santri yang menimba ilmu dan mencari barokah di pesantren jombangan asuhan kyai sirojuddin. Alkisah, Kyai Sirojuddin berinisiatif untuk mendirikan pondok pesantren salafi karena pesantrenlah pencetak ulama’ yang benar-benar alim dan pesantrenlah muncul beberapa tokoh masyarakat dan para alim ulama’ yang terbesar diseluruh Indonesia. Di samping itu mengingat keberadaan (Eksistensi) pesantren memang merupakan ajang prestasi untuk mempersiapkan santri yang handal dan potensial yang dapat memberikan alternative pemecahan masalah yang timbul dalam masyarakat seperti krisis moral, merosotnya martabat kemanusiaan dan terpengaruh kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia.
Maka untuk mengatasi hal-hal yang demikian, akhirnya Kyai Sirojuddin mendirikan sebuah pondok pesantren yang kemudian hari diberi nama “Pondok Pesantren Miftahul Ulum” sebuah pesantren yang masih berupa angkring-angkring bambu di sebelah selatan mushola serta baru dihuni beberapa santri saja. Menurut shokhibul hikayat / nara sumber: Pondok Pesantren Jombangan didirikan kira-kira setelah lima belas tahun penangkapan pangeran Diponegoro, berarti + 1845M.
Kemudian setelah beberapa tahun sejak dilahirkannya putra pertama yang bernama Abu Amar itu, alhamdulillah Kyai Sirojuddin di karuniai putra putri lagi masing-masing yaitu: Nyai Asiyatun Kyai Mu’in, Nyai Ruminah dan Nyai Mas’amah. Dengan demikian pernikahan Kyai Sirojuddin dengan Nyai Khasiroh dikaruniai lima putra-putri yaitu:
1. Kyai Abu Amar / KH. Hasyim Sirojuddin + Musri’atun
2. Nyai Asiyatun + KH. Saerozi (Ibunya KH. Abdul Hadi Pengasuh Pesantren Ringinagung KH. Ahmadi dan KH. Zamroji Pengasuh Pesantren Kencong)
3. K. Mu’in + Nyai Marsilah (Kakeknya Kyai Ubaidah Alm.)
4. Nyai Ruminah + Abdur Rozi (Besito Kudus) sang pendiri Pondok Pesantren Putri “Miftahul Ulum” setelah mempunyai tiga putra yaitu:
1. Imam Sya’roni + Nyai Sholehah (Juron Gurah)
2. K. Tarukhi + Mas’udah (Pakisaji Malang) 3. K. Bajuri Jombangan belum beristri sudah wafat. Maka tak lama kemudian nyai ruminah nikah lagi dengan kyai Abdulloh dari juwet
Maka tak lama kemudian Nyai Ruminah nikah lagi dengan K. Abdullah dari Juwet Ngronggot Nganjuk dan dikaruniai dua anak yaitu:
1. Ibu Badriah + K. Imam Tabut (Papar)
2. K. Syafi’I + Muayadah (Krian)
Setelah K. Abdullah wafat pengasuh pesantren putri diganti oleh K. Bajuri sampai tahun 1979, kemudian setelah K. Bajuri wafat diteruskan oleh K. Syaikhoni sebagai pengasuh pondok pesantren putri samapai sekarang K. Syaikhoni ini putra dari K. Imam Sya’roni dari Juron Gurah atau cucu Nyai Ruminah yang nikah dengan K. Abdurrozi. Pondok Pesantren Putri “Miftahul Ulum” ini sewaktu diasuh oleh K. Bajuri setiap bulan Ramadhan bisa mencapai + 500 santri putri yang mengikuti pengajian romadlonan.
5. nyai mas’amah + Kyai Mahali dari mojo duwur jombang. Nyai mas’amah ini juga pernah mendirikan pondok pesantren putri yang mana kebanyakan santri2nya berasal dari kampung sekitar saja. Sedangkan pelajaran yang paling diutamakan adalah pengajian tartil Al-Qur’an. Namun setelah pengasuhnya, Nyai Mas’amah dipanggil oleh Alloh SWT, sekitar tahun 1983 dengan usia 60 tahun, maka pesantren putri ini mengalami kemerosotan drastis, karena tak mempunyai anak sebagai generasi penerus.
Tak lama kemudian di tempat yang agak berdekatan, sebelah utara nyai mas’amah yaitu dibelakang kediaman KH. Syamsuddin yang bertepatan tanggal 8-9-1991M / 10-R. Awal 1411H. juga didirikan pondok pesantren putri bernama “ Al-Musyari’ah” yang diasuh oleh kyai Syamsuddin Hasyim serta di bantu oleh putra-putrinya.
Adapun tujuan yang ingin di capai oleh pondok pesantren “ Al-Musyari’ah” juga sama dengan pondok pesantren lainnya, yaitu untuk mengembangkan santri agar berkepribadian muslimah, mempunyai pengetahuan dan mengamalkanya dengan di landasi iman dan taqwa serta akhlaq mulia. Diharapkan pula agar santri2nya lahir ulama’ yang tangguh, Da’I dan Mujahiddah yang menyampaikan syi’ar islam serta berusaha mewujudkan masyarakat yang islami ditengah-tengah komunitasnya bila kelak mereka pulang kekampung halaman masing2.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka pesantren Al Musyari’ah tetap menerapkan tradisi pesantren yang lama dengan menambah hal2 yang baru yang di anggap baik dan perlu dimasyarakat dalam perkembangan zaman (Riwayat th ’96).
AL-QURAN YANG PALING DIUTAMAKAN
Pelajaran yang paling diutamakan dalam pondok pasantren putri “Miftahul Ulum” yang didirikan oleh seorang kyai yang gemar dengan pakaian serba putih ini, adalah pengajian tartil Al Qur’an. Mengingat Al Quran adalah modal utama akan kwalitas dan kwantitas santri ditengah-tengah masyarakat dan Al Qur’an pulalah yang menjadi pedoman hidup kita.
Konon, bila kyai atau mubaligh diwilayah pare dan sekitarnya kalau belum mengaji pada kyai Sirojuddin akan kefasihan baca Al Qur’annya belum dikatakan syah menjadi imam oleh masyarakatnya, sehingga kebanyakan kyai se-kawedanan pare bisa dikatakan alumni Jombangan. Disamping itu pondok pesantren Jombangan bisa dikatagorikan paling tua se-pare di banding dengan lainya.
Diantara santrinya Kyai Sirojuddin yang sekarang masih hidup adalah KH. Abdul Hadi Pengasuh pondok pesantren “mahir Ar-Riyadl” ringin agung. (Riwayat th ’96).
TAMPAK KAROMAHNYA
Konon, sebagian santri Kyai Sirojuddin adalah seorang pemuda yang sakti mandra guna. Santri ini setiap malam jum’at legi selalu menyebar beras kuning, dengan taburan inilah muncul beberapa ekor tikus sebesar paha dan beberapa harimau yang besar. Santri sakti tak lain dan tak bukan adalah Hamzah. Santri asal kudus yang sudah lama mondok di Jombangan.
Pada suatu hari santri itu diutus oleh Kyai Sirojuddin untuk menjaga sawahnya yang ditanami lombok, karena sering diganggu oleh para pencuri. Syahdan, malampun tiba, dalam keremangan malam yang dingin yang kian lama semakin mencekam serta angin malam yang berhembus merasuki jiwa itu, maka pemuda itu mulai menjaga sawah dengan sabar dan tawakal. Akhirnya, datanglah beberapa pencuri yang akan menjarah tanaman lombok itu, tapi hal itu tak sampai terjadi karena dihadang sekaligus diusir oleh Hamzah. Walaupun akhirnya pakaiannya robek semua akibat terkena sabetan senjata pencuri. Meskipun robek pakaiannya tapi tubuh Hamzah tidak luka sedikitpun.
Di karenakan masalah itu belum bisa diatasi dengan tuntas oleh Hamzah, artinya belum bisa meringkus / mulumpuhkannya, maka pada suatu malam Kyai Sirojuddin menjaga sendiri, dan benar juga apa yang dikatakan Hamzah, tak lama kemudiaan bermunculan beberapa orang bersenjata tajam yang ingin menyerang Kyai Sirojuddin. Namun bagi Kyai Sirojuddin mudah juga mengalahkan mereka itu, hanya dengan mengambil segenggam debu yang ada dihadapannya saja lalu ditaburkan ke pencuri yang berjumlah tujuh itu, maka terkaparlah mereka ke tanah dengan nafas kembang kempis. Wajah tawanan pencuri itu tampak merah padam, agaknya baru kali ini mereka menemui lawan yang sangat tangguh, mereka berusaha bangkit dan berdiri. Namun tenaganya lumpuh, mereka hanya berdiam seribu bahasa, sepasang mata mereka penuh ketakutan menatap ke arah Kyai Sirojuddin. Melihat hal ini Kyai Sirojuddin merasa kasihan juga. Kemudian atas izin Alloh SWT kelumpuhan tujuh pencuri tersebut bisa disembuhkan oleh Kyai Sirojuddin. Sesudah itu mereka dibawa kelumbung untuk diberi hidangan makanan.
Sebenarnya semua santri ingin memukulnya sampai babak belur karena sangat marah melihat ulah mereka yang selalu menganggu sawah kyai, tapi berhubung dilarang oleh Kyai Sirojuddin dengan dawuhnya, “Ngger… jarno wis kapok”.
Maka mereka mengurungkan niatnya itu. Disamping itu, pencuri tersebut bahkan bersumpah dihadapan para sang kyai dan para santri, “aku sak anak turunku pitu ora bakal ngulangi maneh”. Benar hingga sesudah kejadian tersebut kawanan pencuri itu selamanya tak pernah mengulangi lagi sampai sekarang (Riwayat th ’96).
KYAI SIROJUDDIN PULANG KE RAHMATULLAH
Hari-hari nan ceria nan bahagia dengan curahan rahmat dan maghfiroh Alloh SWT kian terlewati satu persatu aleh Kyai Sirojuddin bersama keluarga serta para santri. Keceriaan itu akhirnya sirna tatkala Kyai Sirojuddin dipanggil oleh Alloh SWT.
Tak ada tangis yang meledak, hanya awan kedukaan begitu kelabu menyelimuti hari-hari itu. Perlahan-lahan air matapun menetes di bumi Jombangan seiring dengan datangnya para tamu dari berbagai penjuru yang ingin berta’ziah dan memberi penghormatan terakhir pada Kyai Sirojuddin.
Begitulah kisah perjuangan pendiri sejati Kyai Sirojuddin yang telah memulai segala sesuatu dari bawak, dari nol hingga mampu meletakkan sebuah tonggak sejarah pesantren sekaligus menciptakan nasab yang sekarang meneruskan estafet perjuangan beliau. Dan yang lebih tak ternilai lagi telah membuat karya besar, sebuah nama besar “pondok pesantren Miftahul Ulum” yang tiap hari ratusan santri yang mengais ilmu serta sejuta hikmah dan barokah didalamnya.
TAMAT/THE END
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
good, very good
BalasHapusKata Alm. Ibu saya, saya mempunyai buyut (kakek dari ibu) bernama KH. Imam Tabut, ibu saya sendiri anak dari Moh Tohir (mukim di jakarta) yang merupakan salah satu putra dari KH. Imam Tabut.
BalasHapusSaya gak tahu apakah Imam Tabut yang dimaksud sama dengan Imam Tabut yang ada di silsilah ini?
apa benar KH HABIB hari ini telah meninggal mas......21 agustus 2015
BalasHapussudah,dan itu sudah cukup lama
Hapusjoss broo ...
BalasHapuslanjutkan gaes
BalasHapus